Your Privacy

Changemaker Library uses cookies to provide enhanced features, and analyze performance. By clicking "Accept", you agree to setting these cookies as outlined in the Cookie Policy. Clicking "Decline" may cause parts of this site to not function as expected.

Hokky Situngkir
IndonesiaBandung Fe Institute
Ashoka Fellow sejak 2012

Hokky Situngkir, seorang ilmuwan muda yang ekspresif dan sedang naik daun, melibatkan masyarakat Indonesia dalam mengungkap, menghargai, dan menggunakan pengetahuan budayanya yang beragam. Di negara dengan keragaman budaya yang tertekan dan ideologi yang bersaing, Hokky menerapkan objektivitas sains untuk membangun narasi budaya nasional bersama dan membuat nilainya dapat diakses oleh semua.

#batik#Studi budaya#Antropologi#Sosiologi#Indonesia#Keragaman budaya#Budaya#Geografi budaya

Orang

Hokky, anak tertua dari tiga bersaudara, lahir tiga puluh tahun lalu di Siantar, Sumatera Utara. Panutannya adalah kakeknya, karena kecintaannya pada bangsa dan seni. Salah satu komposer perdana Indonesia, kakeknya, Liberty Manik, menggubah salah satu lagu kebangsaan Indonesia, Satu Nusa Satu Bangsa. Ia juga menjadi Doktor Seni pertama di Asia untuk disertasinya yang menempatkan notasi musik pada Azan Muslim, dan kemudian pada 1980-an, Fugue karya Johann Sebastian Bach "ditranskripsikan". Terinspirasi oleh kakeknya, Hokky suka membaca dan menulis; dimulai pada usia empat tahun. Dia tinggal di banyak kota sebagai seorang anak karena ayahnya berpindah jabatan sebagai Menteri dan kadang-kadang menemukan dirinya bersepeda 30 hingga 40 km untuk pergi ke perpustakaan umum untuk memuaskan dahaga akan pengetahuan. Ketika ayahnya memulai pekerjaannya sebagai pengajar bidang komunikasi di Medan, Hokky mampu bersekolah di SMA dan mencari ilmu pengetahuan dengan cara-cara baru. Ia sering membaca buku-buku ilmiah yang dipinjam dari mahasiswa yang menyewa kamar di rumahnya karena menurutnya struktur tulisannya lebih menarik daripada prosa. Tiga kecintaan Hokky saat tumbuh adalah musik (yang ia nikmati melalui bandnya) matematika, dan fisika. Idolanya adalah Sir Isaac Newton dan Charles Darwin, yang darinya dia mempelajari nilai-nilai dedikasi dan ketekunan sebagai ilmuwan. Kecintaan Hokky pada eksperimen dan penemuan tumbuh dan dia pernah menemukan cara mendeteksi apakah buah-buahan asam atau tidak dengan menunjukkan perubahan warna buah saat dihancurkan. Di sekolah menengah dia terinspirasi oleh aeromodeling dan membentuk kelompok untuk mengeksplorasi lebih jauh dari perspektif ilmiah. Setelah lulus dari sekolah menengah, Hokky ingin belajar fisika tetapi orang tuanya keberatan, mengarahkannya ke bidang yang lebih “praktis”. Pada tahun 1996 Hokky mengambil jurusan teknik elektro sebagai jurusannya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia menolak beasiswa untuk belajar di luar negeri karena ingin mengabdikan dirinya di Indonesia. Sebagian dari keputusannya memilih ITB juga karena dia mengetahui bahwa ITB aktif dalam penggulingan presiden dan jatuhnya pemerintahan yang korup pada periode sebelum era reformasi. Hal ini mendorong Hokky untuk aktif di Perkumpulan Mahasiswa. Dia mendirikan komunitas pelajar Ganesha 10 Community dan terlibat dalam berbagai kegiatan pelajar dari budaya dan seni hingga hak asasi manusia. Hokky banyak menulis artikel yang dijadikan rujukan pergerakan mahasiswa di kampusnya. Namun, ia juga melihat bahwa pada fase pasca reformasi, berbagai ideologi yang muncul justru menimbulkan konflik dan gesekan antar kelompok mahasiswa daripada dialog dan harmoni yang produktif. Oleh karena itu, Hokky mendirikan divisi baru dari Institut Sosial Kemanusiaan Tiang Bendera di Perkumpulan Mahasiswa di mana kemanusiaan adalah platform bersama bagi siswa dari berbagai ideologi untuk bertindak bersama. Ketika Hokky lulus dari perguruan tinggi, dia tidak puas dengan diploma yang diperolehnya dengan baik. Dia memulai perjalanan baru untuk mendesain karya untuk masyarakat. Dia ingin mengambil pembelajaran ilmiahnya dan menggunakannya untuk orang-orang, menyebarkan manfaatnya dengan memusatkan perhatian pada fakta daripada ideologi — dan menggunakannya untuk membantu Indonesia belajar bagaimana mengintegrasikan dan memanfaatkan keanekaragamannya dengan cara-cara baru. Hokky lebih jauh mempelajari masalah-masalah sosial dan memperdalamnya dengan perspektif ilmiah. Melalui Internet ia secara mandiri mengeksplorasi teori kompleksitas dan aplikasinya untuk mengatasi masalah sosial menggunakan teori fisika. Pada tahun 2002 Hokky mendirikan Institut Fe Bandung sebagai badan nirlaba untuk mengembangkan studi, pendidikan publik, dan pemberdayaan dalam kolaborasi. Pada tahun 2003 ia bertemu Surya yang karyanya juga memadukan bidang ekonomi dan fisika. Mereka mulai bekerja sama dalam penelitian bersama dan mendirikan Surya Institute International, sebuah perusahaan konsultan yang dikembangkan sebagai sumber pendanaan untuk organisasi nirlaba Hokky. Pada tahun 2011 Hokky menerima Bakrie Award, yang diberikan kepada ilmuwan muda berprestasi. Pendekatan non-tradisionalnya terhadap penelitian telah membuatnya memenangkan lima penghargaan lagi untuk pekerjaan yang dilakukan dengan Pusat Inovasi Bisnis bersama Kementerian Riset dan Teknologi. Hokky adalah mentor yang ulung dan anak didiknya telah memenangkan medali emas di Konferensi Internasional Ilmuwan Muda dan Langkah Pertama untuk Hadiah Nobel dalam Fisika.

Ide Baru

Dengan memperkenalkan sistem sosial yang menghubungkan orang-orang dari berbagai pulau dan identitas lokal di seluruh Indonesia ke proyek informasi nasional dengan tujuan sosial, Hokky membebaskan warisan budaya Indonesia yang kaya tetapi tertindas dan membuatnya tersedia dengan cara yang memungkinkan siapa saja untuk mengakses nilainya. . Hokky telah mengembangkan sistem organisasi, web, dan seluler untuk memberdayakan orang Indonesia merekam dan berbagi sampel sejarah budaya Indonesia: alat musik, tari, batik, tenun, desain arsitektur, permainan, dokumen kuno, dan banyak lagi. Sebuah foto desain batik, misalnya, dari salah satu sudut kecil negara menjadi titik data dalam analisis ilmiah nasional untuk mengidentifikasi, mengkonfirmasi, dan membuat desain batik tradisional Indonesia dapat diakses. Pengumpulan sampel budaya open source memungkinkan agregasi data yang cepat, yang kemudian dianalisis oleh dewan ilmuwan, antropolog, dan pakar lainnya untuk membangun database desain tradisional yang andal dan komprehensif. Hokky kemudian membuat database ini tersedia secara online untuk publik Indonesia dan dunia. Aksesibilitas data budaya ini, yang sebelumnya terkubur dalam karya akademis antropolog, atau dalam beberapa kasus, hilang bahkan oleh komunitas asal mereka, memiliki tiga tujuan utama. Pertama, tidak hanya melestarikan warisan budaya Indonesia yang kaya tetapi membuka potensi budaya dalam beberapa cara — dengan membantu orang Indonesia membangun narasi baru tentang sejarah bersama mereka setelah persatuan politik dan ekonomi yang dipaksakan di bawah Soeharto — dengan menjadikan keragaman budaya Indonesia sebagai aset nasional dari yang dapat dipelajari oleh seluruh dunia, dan dengan meningkatkan penelitian budaya di masa depan. Kedua, memungkinkan perlindungan kekayaan intelektual Indonesia. Jika desain tradisional dikumpulkan dan tersedia secara online dalam proses yang andal, akan jauh lebih sulit bagi orang luar untuk mengklaim desain tradisional Indonesia sebagai milik mereka. Ketiga, memiliki potensi untuk memajukan peluang ekonomi dengan membuka lanskap kreativitas baru dalam penggunaan desain tradisional untuk memasarkan keragaman produk. Nilai sistem Hokky, tidak hanya terletak pada keluaran, tetapi juga pada proses itu sendiri. Rancangan sistem mendorong, memang mengandalkan, partisipasi para ahli dan orang Indonesia biasa, sama. Peserta termasuk mahasiswa, pengrajin tua, pembuat kebijakan, sejarawan seni, ilmuwan, antropolog, pebisnis, penduduk perkotaan dan pedesaan, semuanya dari berbagai daerah di seluruh geografi pulau yang berjauhan di Indonesia. Baik pengrajin di desa terpencil yang mengidentifikasi desain batik tradisional yang kurang dikenal, mahasiswa yang menggunakan teknologi modern untuk membantu pengrajin memotret dan mengunggah desain tersebut ke database, ilmuwan yang menganalisis data, atau perancang batik modern yang mengakses desain itu secara online Untuk menambah nilai produk baru, setiap peserta mengembangkan kesadaran, apresiasi, dan kemampuan untuk mengakses nilai keanekaragaman budaya Indonesia yang kaya.

Masalah

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk 240 juta orang yang tersebar di 13.667 pulau. Ini adalah rumah bagi lebih dari 750 bahasa dan 350 kelompok etnis. Orang Indonesia terikat bersama secara politik sebagai bangsa modern yang konstitusinya membentuk masyarakat sekuler yang beragam. Ada ide potensial dan kumpulan partisipasi dalam semua keragaman itu. Sejarah Indonesia kaya dengan contoh aksi kolektif dan pemecahan masalah, mulai dari membangun bangunan batu besar dengan tangan hingga desain dan tarian batik. Untuk tujuan pelestarian, sejarah yang kaya ini, jika didokumentasikan, disimpan di museum. Alih-alih menghasilkan nilai dari keragaman Indonesia yang luar biasa, hanya sekelompok kecil cendekiawan dan akademisi yang mampu mengapresiasi dan mempelajarinya karena adanya celah kritis: akses terbatas warga negara ke informasi yang dapat dipercaya, berkualitas tinggi dan memberdayakan yang memungkinkan mereka untuk menghargai dan mempelajarinya. berpartisipasi dalam pelestarian dan apresiasi warisan budaya mereka. Dikotomi yang mencolok dari kekayaan budaya Indonesia yang terselubung dalam keseragaman budaya bermula dari sejarah struktur politik dan kebijakan yang mendorong kesesuaian dalam merayakan keberagaman. Khususnya pada masa Orde Baru Soeharto, kebijakan ditujukan untuk menekan perbedaan budaya atas nama membangun persatuan bangsa. Meskipun lanskap geografis kepulauan Indonesia yang unik secara alami menyulitkan penduduk untuk berinteraksi secara kolektif, batas-batas administratif yang melintasi garis budaya dan etnis sengaja bertujuan untuk semakin mengurangi perbedaan. Sementara pola budaya tetap ada, desain dan keterampilan tradisional sebagian besar diwariskan secara lisan, kepada beberapa orang. Tidak ada perlindungan yang dikembangkan untuk praktisi budaya tradisional Indonesia, yang mengakibatkan klaim eksternal atas warisan budaya Indonesia. Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, sebuah negara tetangga mengaku sebagai asal muasal tari Bali, sebagai bagian dari kampanye yang bertujuan untuk menjaring lebih banyak minat wisatawan. Demikian pula, seorang pembuat perhiasan kecil Bali ditangkap karena pelanggaran hak cipta atas cincin rancangannya sendiri yang telah didaftarkan oleh pembeli di sebuah negara Eropa. Dalam kedua kasus tersebut, nilai kekayaan warisan budaya Indonesia diapropriasi untuk menciptakan nilai secara eksternal daripada menyalurkan penciptaan nilai dan manfaat di Indonesia. Perampasan warisan budaya Indonesia kemungkinan akan terus berlanjut karena partisipasi masyarakat dalam pengumpulan dan penggunaan pengetahuan tradisional, terutama di kalangan generasi muda, rendah dan sporadis. Sistem yang sangat kompleks dan saling berhubungan yang mempengaruhi penduduk Indonesia dan kesejahteraannya memerlukan pendekatan sektoral atau disiplin tunggal tradisional yang biasanya digunakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Pengaruh ekonomi global yang tidak dapat diprediksi telah meningkatkan kebutuhan akan alat yang membangun ketahanan dan inovasi di antara banyak budaya dan tradisi Indonesia. Meningkatnya akses komputasi dan teknologi informasi membuka peluang baru untuk menciptakan perangkat tersebut. Tantangannya, kemudian, mengembangkan pendekatan baru untuk mengatasi masalah yang meningkatkan partisipasi penduduk Indonesia yang ekspansif dan beragam dalam menciptakan nilai baru bagi masyarakatnya.

Strateginya

Dengan menerapkan pendekatan ilmiah berbasis data pada sejarah budaya, Hokky menciptakan sistem dan alat bagi orang untuk mengumpulkan dan menggunakan pengetahuan budaya multidisiplin. Hokky mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari apa yang sebelumnya hanya dimiliki oleh para antropolog, sejarawan, dan pakar budaya serta wali lainnya. Dia melakukan ini melalui penggunaan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan secara kreatif dan mobilisasi para pemangku kepentingan yang sama-sama kreatif. Pada tahun 2007, Hokky membuat portal budaya digital yang berfungsi sebagai perpustakaan terbuka warisan budaya Indonesia. Dikelola melalui inisiatifnya, Indonesia Archipelago Cultural Initiatives (IACI), portal (www.budaya-indonesia.org) ini berfungsi sebagai instrumen Hokky untuk memobilisasi generasi muda untuk membangun Ensiklopedia Warisan Budaya Tradisional Indonesia dan Ensiklopedia Visual Indonesia. Melalui jangkauan media massa dan kehadiran di program TV nasional, Hokky menargetkan siswa dari usia sekolah menengah hingga perguruan tinggi dan melatih serta menantang mereka untuk memotret, mendokumentasikan, dan mengunggah artefak budaya tertentu dari praktisi, termasuk kakek nenek dan tetangga mereka, ke perpustakaan terbuka. Mengingat bahwa di banyak daerah pedesaan di Indonesia tidak ada akses online, Hokky memiliki strategi untuk menargetkan mahasiswa untuk mengumpulkan data tentang perjalanan pulang, atau ke rumah teman pedesaan mereka, dan kemudian mengunggahnya ketika mereka kembali ke studi. Hingga saat ini, ada lebih dari 400 kontributor dari seluruh negeri yang telah menyumbangkan lebih dari 15.000 entri data, lebih dari 10.000 pengeditan, dan lebih dari satu juta kunjungan web. Hokky sedang mengembangkan fitur aplikasi telepon seluler untuk memudahkan orang mendokumentasikan dan langsung mengunggah ke portal web. Untuk batik, ribuan desain dari seluruh Indonesia telah dikumpulkan dan dianalisis. Alhasil, informasi tentang keluarga, sejarah, dan sebaran batik Indonesia kini telah diproduksi dan tersedia untuk umum secara online. Karya ini membantu batik Indonesia menerima sebutan warisan budaya UNESCO pada 2009. Selanjutnya, ketika muncul kontroversi tentang asal-usul tari Bali, Indonesia mengajukan banding ke UNESCO, yang menyelesaikan perselisihan tersebut dengan menegaskan bahwa tari Bali berasal dari Bali. Itu mengandalkan data Hokky untuk mencapai kesimpulan itu. Hokky menyadari bahwa budaya Indonesia yang kaya dan beragam, bahkan jika pulih dari sejarah Indonesia sendiri yang bermasalah, dapat menghadapi efek keseragaman globalisasi. Indonesia membutuhkan inovasi yang membutuhkan keanekaragaman untuk memperkaya variasi pola industri, ekonomi, dan teknologi inovatif. Hokky kemudian merancang alat analisis, yang mengubah data budaya mentah menjadi informasi yang berguna. Secara spesifik, Hokky telah menghasilkan teknologi inovatif termasuk software untuk mendesain batik fraktal, musik komputasi algoritmik, dan software arsitektur generatif. Proses produksi pengetahuan baru telah membantu generasi muda untuk memiliki potensi mengembangkan ekonomi kreatif di bidang musik, arsitektur, tari, dan desain batik. Misalnya, dengan menggunakan pendekatan multidisiplin termasuk ekonofisika, ilmu komputer, matematika, dan ilmu sosial, Hokky dan timnya telah menghasilkan desain fraktal batik baru, yang menunjukkan bagaimana analisis komputasi yang diterapkan pada kekayaan data ini dapat membantu inovasi. Tim Hokky telah mengubah analisis ini menjadi perangkat lunak fraktal batik yang memungkinkan orang membuat desain fraktal batik sendiri. Asosiasi pengusaha batik kecil dan menengah di Jawa Tengah telah diperkenalkan dan dilatih tentang software tersebut dengan harapan mereka dapat memperkaya desain batik mereka untuk mendapatkan nilai baru di antara konsumen dan kolektor. Untuk melengkapi model tersebut, Hokky mendirikan sebuah usaha kecil batik fraktal di Bandung, yang keuntungannya mendanai inisiatif portal. Bekerja sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi, Hokky juga telah memberikan perangkat lunak dan pelatihan kepada desainer batik di enam puluh desa di Jawa. Mengingat belum ada regulasi yang melindungi ekspresi budaya tradisional nasional dari eksploitasi komersial, Hokky dan IACI melakukan advokasi kebijakan Izin Negara Warisan Budaya Nusantara (NCHSL). Berbeda dengan hak milik biasa yang dipegang oleh individu atau organisasi, NHCSL merupakan kebijakan pertama hak kekayaan intelektual internasional yang dipegang oleh suatu negara. Tidak hanya melindungi budaya tradisional, NCHSL juga akan mendorong rasa kepemilikan dan menahan negara dari upaya disintegrasi. Hokky telah mempresentasikan rancangan kebijakan tersebut kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Luar Negeri. Bersama Kementerian Luar Negeri, IACI secara aktif berpartisipasi dalam pertemuan dengan World Intellectual Property Organization (WIPO). Sebagai bagian dari persyaratan WIPO, pada Januari 2014, NCHSL harus dapat didukung oleh apa dan di mana data harus dilindungi. Oleh karena itu, Hokky memobilisasi semua pihak di negara tersebut untuk terlibat dalam kampanye "Satu Juta Data Budaya". Dia melibatkan Kementerian Negara, pemerintah daerah, dan pejabat UNESCO untuk meningkatkan kampanye. Ia juga bermitra dengan korporasi untuk menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaannya untuk upaya kampanye dan mengundang pemilik portal untuk mengundang partisipasi. Hokky bekerja dengan media massa, yang menggunakan selebriti untuk menarik minat publik untuk bergabung dalam kampanye tersebut. Setelah orang mengunggah datanya, kurator seni, antropolog, dan ilmuwan akan melakukan kategorisasi dan penyuntingan dan orang awam memberikan komentar. Hokky juga memberikan hadiah sebagai insentif kepada kontributor sesuai dengan jumlah data yang diunggah. Ratusan orang yang berpartisipasi, sebagian besar generasi muda, kini telah mendapatkan perspektif baru dalam mengapresiasi dan melestarikan warisan tradisional, dan inovasi bermunculan. Portal dan aplikasinya didukung oleh ekosistem organisasi. IACI adalah inisiatif dari Institut Fe Bandung, sebuah organisasi nirlaba berbasis penelitian yang didirikan oleh Hokky pada tahun 2002. Misi Bandung Fe adalah untuk mempromosikan praktik multidisiplin baru dalam cara orang memecahkan masalah tindakan kolektif yang kompleks. Dengan anggaran tahunan sekitar US $ 24rb, Hokky dan empat belas anggota timnya mengembangkan strategi untuk mendorong praktisi bisnis, pembuat kebijakan, dan kaum muda untuk mempraktikkan pendekatan berbasis penelitian untuk mengembangkan solusi inovatif. Hokky telah mengembangkan alat analisis dan komputasi dalam bentuk perangkat lunak kompleksitas sosial. Ia membuka program magang dan relawan bagi kaum muda di Institut Fe Bandung untuk mempelajari model tersebut. Mobilisasi pendataan dan pengumpul muda ini diatur oleh tiga institusi, yaitu Perhimpunan Budaya Indonesia-PBI, Jaringan Budaya Indonesia-JBI, dan Satuan Tugas Ekonomi Kreatif IACI (Satuan Ekonomi Kreatif IACI). PBI adalah organisasi tuan rumah portal budaya-indonesia.org. Ia melakukan penelitian di bidang budaya dan bagaimana eksplorasi budaya dapat menjawab tantangan dunia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, sains, dan teknologi. Melalui Kelompok Diskusi Keamanan Budaya, PBI telah memulai pengajuan Izin Negara Warisan Budaya Nusantara kepada WIPO. Selain itu juga melakukan ekspedisi budaya ke pusat budaya tradisional dan road show untuk menyebarkan penggunaan teknologi informasi guna melestarikan budaya tradisional melawan tren global. JBI merupakan jejaring untuk menjalankan visi PBI dengan membangun kelompok apresiasi budaya Indonesia di luar IACI, menjalin kemitraan dengan pihak lain. Satgas Ekonomi Kreatif IACI adalah menjaga kemandirian ekonomi dan keuangan IACI dan menyebar ke pihak lain sebagai model bagaimana Indonesia mengembangkan ekonominya berdasarkan lanskap budaya yang kaya dan beragam. Untuk lebih melembagakan dampaknya, Hokky dan Ashoka Fellow Yohanes Surya mendirikan Surya Research International (SRI), sebuah lembaga penelitian nirlaba yang bermitra dengan kantor pemerintah dan perusahaan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang kompleks untuk mengatasi tantangan saat ini. SRI juga digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan upaya nirlaba Hokky. Bagi Hokky, desain kebijakan yang berhasil bergantung pada kemampuan pemerintah untuk memahami dan memprediksi perilaku kompleks dari sistem tersebut untuk merancang program, peraturan, perjanjian, dan infrastruktur pemerintah yang lebih efektif. Hokky karenanya mengembangkan kemitraan dengan Kementerian Keuangan untuk mengembangkan protokol manajemen krisis keuangan. Hokky juga ditanya oleh pengajar dari Persatuan Bulutangkis Indonesia tentang bagaimana mengoptimalkan kinerja tim bulutangkis nasional. Dia membantu mereka mengumpulkan data dan berdasarkan analisis mereka mengembangkan strategi kemenangan. Saat ini, Hokky juga sedang mengerjakan pendataan untuk tim sepak bola Indonesia.

Hokky Situngkir Hokky Situngkir